Perintahberkurban adalah perintah Allah kepada nabi Ibrahim. Kalau hanya untuk menyembelih hewan saja, Allah tidak perlu memberi tugas "sepele" itu kepada seorang nabi. Di zaman para nabi, sembelih kambing bisa setiap hari. Kita pun bisa makan daging kambing tiap saat. Tetapi, perintah berkurban itu terasa begitu wajib.
Setiap Kita Adalah Ibrahim’ dan setiap Ibrahim punya Ismail’….. Ismailmu mungkin hartamu’, Ismailmu mungkin jabatanmu’, Ismailmu mungkin gelarmu’, Ismailmu mungkin egomu’, Ismailmu adalah sesuatu yang kau sayangi’ dan kau pertahankan’ di dunia ini…. Ibrahim tidak diperintah Allah untuk membunuh Ismail, Ibrahim hanya diminta Allah untuk membunuh rasa kepemilikan’ terhadap Ismail. Karena hakikatnya semua adalah milik Allah… Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menganugrahkan keshalihan Nabi Ibrahim dan keikhlasan Nabi Ismail kepada kita semua, agar kita bisa mengaplikasikan dalam kehidupan kita…, Jangan rendahkan dan hinakan orang lain dengan harta, jabatan dan gelarmu… Karena di hadapan Allah hanya ketaqwaan kita yang diterimaNya
Tapibila motor tersebut kita sedekahkan, misalnya, maka posisi kita saat itu sebagai fa'il (subyek) dengan demikian kalimat yang pas adalah "ikhlas". Terkait tulisan inspiratif di atas, silahkan para sahabat menilainya, apakah sikap yang ditunjukkan oleh Hajar itu masuk dalam bab ikhlas atau ridho, dan begitu pula sikap nabiyallah
Spirit Sinau Urip . Kustawa Esye SETIAP kita adalah Ibrahim, sebagai Ibrahim kita memiliki Ismail. Demikian hakekat dibalik kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang menginspirasi sekaligus menspirit syariat ibadah Idul Adha, dijalani seluruh umat Islam seluruh penjuru dunia setiap tanggal 10 Dzul Hijjah. Setiap kita adalah Ibrahim, sebagai Ibrahim kita memiliki Ismail. Bisa jadi Ismail kita adalah kekayaan harta benda, gelar akademik dan atau gelar kehormatan lain yang tersemat pada diri kita. Bisa juga, Ismail kita itu kesuksesan berkarir dan jabatan dalam suatu institusi. Termasuk diantaranya, Ismail kita adalah pasangan hidup terkasih, anak cucu tercinta maupun seluruh sanak saudara. Baca Juga Ngaji Jiwa Jawi; Eling Pepeling Filosofi Caping Hakekat Ismail kita, adalah segala sesuatu yang selalu ingin kita cintai dan sayangi, semua yang senantiasa ingin kita miliki dan kuasai, serta semuanya yang ingin kita pertahankan atau kukuhkekehi sepanjang kehidupan di dunia. Kenapa segala sesuatu dan semuanya tadi diperankan sebagai Ismail, sedangkan kita berperan menjadi Ibrahim dalam kehidupan dunia yang penuh panggung sandiwara ini? Tak lain karena realitanya, semua dan segala Ismail limpahan anugrah dari Maha Pengasih dan Penyayang tadi, justru sering menjadikan kita melalaikan jatidiri bahkan asal muasal yang dalam filosofi falsafah kehidupan Jawa disebut sangkan paraning dumadi’. Baca Juga Ngaji Jiwa Jawi; Nama Japamantra dan Doa
NabiIbrahim adalah model seorang hamba yang banyak ujian. Dan nabi Ibrahim lulus dengan semua ujian itu. kita selalu diingatkan dengan nabi Ibrahim setiap kali membaca shalawat. Bahkan nama nabi Ibrahim disebutkan hingga empat kali. ternyata amal kita tidak sampai seujung rambut Ibrahim. Amal kita yang kita anggap sudah banyak itu
Di hari besar ini kita menginsyafi, “Setiap kita adalah Ibrahim, dan setiap Ibrahim memiliki Ismail yang sangat disayangi.” Kemudian, boleh juga kah dikatakan bahwa Setiap kita pun sebetulnya adalah Nuh, dan setiap Nuh memiliki tugas menyeru sambil membuat bahtera. Setiap kita adalah Ismail. dan setiap Ismail menyerahkan lehernya untuk Tuhannya. Setiap kita adalah Yusuf, dan setiap Yusuf akan dirayu Zulaikha Setiap kita adalah Musa, dan setiap Musa melawan Firaun serta menyelamatkan kaumnya Setiap kita adalah Isa, dan setiap Isa menyembuhkan penyakit atas izin-Nya Maka, apakah setiap kita pun adalah Muhammad? Mengingat, setiap Muhammad adalah rahmat bagi semesta. Post navigation
Kitaharus sadar, semua kita adalah "Ibrahim". Allah menitipkan "Ismail" pada kita semua. Keluarga yang harmonis, kekayaan, dan jabatan merupakan Ismail yang selalu kita cintai dan kita sayangi. Sebagai "Ibrahim" kita juga harus siap jika Allah menginginkan untuk "menyembelih" Ismail yang kita punya.
Setiap kita adalah Ibrahim. Dan setiap Ibrahim pasti punya Ismail. Ismail itu mungkin hartamu.. Ismail itu mungkin gelarmu.. Ismail itu mungkin egomu.. Ismail itu adalah sesuatu yang kamu sayangi dan pertahankan di dunia ini.. Ibrahim tidak diperintah Allah untuk membunuh Ismail, tapi Ibrahim hanya diminta untuk membunuh rasa kepemilikan terhadap Ismail. Karena hakikatnya semuanya adalah kepunyaan Allah. Semoga Allah karuniakan kesholihan Nabi Ibrahim dan keikhlasan Nabi Ismail kepada kita semua. ©SPN
Sehinggasetiap kita membaca ayat suci Al-Qur'an akan menjadi lebih menghayati lagi makna yang terkandung di dalam hati kita.Mari kita lihat beberapa surat di dalam Alqur'an yang mengandung kata Ulil Albab. Pada kisah Nabi Ibrahim, misalnya, bagaimana mungkin Beliau tega untuk membawa, dan kemudian meninggalkan istrinya Siti Hajar r.a
Secara metaforis, setiap di antara kita sejatinya adalah “Ibrahim”. Sebagaimana akar historis, Nabi Ibrahim memiliki Ismail. Maka, Ismail kita bisa jadi adalah ego kita sendiri. Bahkan, Ismail kita bisa jadi harta-kekayaan kita Ismail kita pada hakikatnya merupakan sesuatu yang kita sayangi. Dia adalah “pertimbangan” yang begitu berat untuk direlakan. Seperti halnya harta kekayaan yang “terkadang” selalu kita pertahankan. Pun, Ismail kita bisa jadi, sesuatu yang dianggap benar menurut ego kita sendiri. Keduanya adalah Ismail kita yang sangat-sangat sulit untuk direlakan. Tetapi kita perlu membangun semacam keikhlasan untuk sangat penting saya kira untuk bisa melakukan semacam penghayatan peran. Sebagaimana pentingnya menyelami keputusan-keputusan “sulit” yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim untuk bisa menyembelih anak-nya yang sangat secara watak dan tindakan kita juga perlu menjadi “Ibrahim” yang bisa melucuti segala hasrat kepemilikan terhadap Ismail. Sebagaimana Ismail kita adalah harta-kekayaan dan egoisme diri yang sangat begitu sulit untuk kita korbankan. Maka, dengan kesadaran untuk mengambil peran secara metaforis inilah, kita perlu menjadi Ibrahim yang bisa mengorbankan Ismail kita sendiri secara dari sinilah sebetulnya refleksi Idul Adha dalam hal berkurban kita benar-benar bisa menggapai esensi nilai di dalam-nya. Melebur sebagai cahaya kesadaran yang bisa memprogram watak dan tindakan kita. Sehingga, bisa mengubah cara berpikir mau-pun perilaku kita yang kadang selalu condong egois. Serta, membuat kita “langgeng” untuk selalu ringan mengorbankan harta-kekayaan kita kepada orang-orang yang sangat Idul Adha tidak hanya sekadar perayaan spiritualitas tanpa makna subtansial. Karena, kisah Nabi Ibrahim dengan anak-nya yang bernama Ismail ini bukan hanya sekadar cerita-cerita romans atau drama-drama yang penuh kesedihan dan keharuan di perihal pelajaran tentang hidup. Sebuah gambaran tentang keadaan diri kita yang nisbi. Tentu, kisah demikian adalah cara kita mengasah dan memperbaiki diri kita. Sebagaimana kebiasaan kita yang masih selalu dan bahkan sering mempertahankan ego dan rasa “eman” terhadap harta-kekayaan karenanya, kita perlu mendapatkan pelajaran dari kisah pengorbanan Nabi Ibrahim yang begitu rela untuk menyembelih anak-nya. Dengan mengambil peran yang telah dilakukan oleh beliau sebagai basis teladan.Sebagaimana secara metaforis, kita adalah Ibrahim. Tentu, Ibrahim memiliki Ismail. Maka, Ismail kita adalah ego dan harta kekayaan kita. Dari sinilah kita perlu menyelami dan meresapi bagaimana kekuatan mental berpikir yang matang dari Nabi Ibrahim untuk bisa tabah dan sabar di dalam mengorbankan anaknya yang sangat skenario Tuhan, sejatinya hanya ingin “menguji” menguji Nabi Ibrahim akan ketulusan, keikhlasan dan kesadaran untuk melepaskan rasa kepemilikannya untuk bisa kembali ke dalam relevansi kita sebagai Ibrahim dalam kehidupan saat ini adalah mencoba untuk mengikhlaskan Ismail kita. Yaitu ego dan rasa sayang terhadap harta-kekayaan. Untuk segera dikorbankan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim. Karena dengan cara seperti ini, yaitu membangun semacam penghayatan kisah dengan mengambil peran secara metaforis, niscaya kita akan jauh lebih tulus. Di dalam mengorbankan egoisme dan rasa “eman” terhadap harta kekayaan yang kita dengan kita bisa mengorbankan Ismail kita berupa egoisme, niscaya ini akan menjadi semacam “perbaikan” bagi kita. Agar, kita tidak mudah menyalahkan, menolak pendapat orang lain tidak egois. Serta tidak mudah menang-nya sendiri. Artinya, ketika egoisme diri telah kita korbankan, kita akan lebih mementingkan cara berpikir yang kolektif, terbuka dan selalu tolerant terhadap yang lain. Begitu juga ketika kita bisa mengorbankan Ismail kita. Berupa harta-kekayaan yang sangat disayanginya. Oleh karena itu, kita perlu mengorbankan Ismail kita yaitu egoisme dan kekikiran terhadap harta-kekayaan. Agar, Idul Adha yang kita jalani mampu menjadi jembatan terbangunnya kemaslahatan bersama di negeri ini.
Dimana, karena kekuatan akidah mampu melahirkan ketaatan, kesabaran, pengorbanan dan rasa ikhlas hanya karena Allah semata. Tentu, sudah sepatutnya kita belajar dari keluarga Ibrahim yang mulia itu. Ibrahim, sejak muda ia adalah seorang lelaki yang teguh dalam mencari hakikat kebenaran. Ia tak tunduk dalam kejumudan tradisi penyembah berhala.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُSejenak PagiSETIAP KITA ADALAH IBRAHIMAlhamdulillah kita masuk di Idul Adha, kebayang penyembelihan hewan qurban, berbagi, bakar satenya kita berpeluang untuk menjadi "IBRAHIM" dimana setiap Ibrahim punya 'ISMAIL' karena ......Sesungguhnya Nabi Ibrahim AS tidak diperintah oleh Alloh Ta'ala untuk membunuh Nabi Ismail AS, Nabi Ibrahim AS hanya diminta oleh Alloh Ta'ala untuk "menyembelih" atau "memutus" rasa 'KEPEMILIKAN' terhadap Ismail, karena hakekatnya semua adalah milik Alloh Ta'ala ! Seperti halnya KEPEMILIKAN kita saat kita berpeluang untuk menjadi "IBRAHIM" dimana setiap Ibrahim punya 'ISMAIL' maka ......Ismailmu mungkin 'HARTAMU',Ismailmu mungkin 'JABATANMU',Ismailmu mungkin 'GELARMU',Ismailmu mungkin 'EGOMU'.Ismailmu adalah sesuatu yang kau 'SAYANGI' dan kau 'PERTAHANKAN' di dunia ini ...Jangan rendahkan dan hinakan orang lain dengan hartamu, jabatanmu dan gelarmu karena di hadapan Alloh Ta'ala yang dilihat hanyalah "Apakah semua itu bisa menjadikanmu semakin bertaqwa?"Semoga Alloh Ta'ala anugrahkan kepada kita KESHALIHAN Nabi Ibrahim AS dan KEIKHLASAN Nabi Ismail Sholli 'Ala Sayyidina Muhammad, Wa 'ala Aali Sayyidina MuhammadWallahu A'lam BisshawabYaa Alloh Yaa Robb...Ampunilah dosa dan kesalahan Murrobi dan guru² kedua orang tua kami, ampunilah kami, keluarga kami dan saudara² Alloh Yaa Robb...Sehat dan sembuhkan saudara dan sahabat kami yang sebaik-baik amal kami pada kami dan keluarga kami sehat dzohir dan kami dari berbagai penyakit, bencana dan kesulitan kami, insan yang pandai bersyukur dan bisa membahagiakan orang kami menjadi lebih baik dan lebih negri ini menjadi lebih Taqobbal MinnaYa Alloh terimalah dari kami amalan kami, aamiin gwa-pbi.

Dengankata lain Tuhan yang satu adalah titik temu semua agama, dan kebenaran dari Tuhan adalah kebenaran yang mutlak bagi setiap agama (Nurcholis Madjid, 1994). Berdasarkan beberapa prinsip dasar teologi pluralis di atas, bagaimana komunikasi mampu menawarkan satu bentuk hubungan sosial yang baik dan harmonis di tengah keragaman dan kemajemukan.

l67Ua38.
  • 3et12rk6z3.pages.dev/37
  • 3et12rk6z3.pages.dev/274
  • 3et12rk6z3.pages.dev/384
  • 3et12rk6z3.pages.dev/386
  • 3et12rk6z3.pages.dev/129
  • 3et12rk6z3.pages.dev/273
  • 3et12rk6z3.pages.dev/247
  • 3et12rk6z3.pages.dev/115
  • 3et12rk6z3.pages.dev/217
  • setiap kita adalah ibrahim