Islamyang mengajarkan rasa syukur dan rasa syukur itu tidak ada di luar Islam. Islam kejawen menurut cak nun. Parahnya kini narasi tersebut juga dimainkan di dalam negeri di mana mayoritas penduduknya bahkan beragama Islam. Sebab mereka takut Islam kembali berjaya dan menguasai dunia. Jika tak ada Islam manusia bisa bertengkar di mana-mana.

Konsep ilmu dalam Islam menjadi bagian integral dari worldview atau pandangan hidup Islam, sehingga dirinya mempunyai ciri khas tersendiri yang menjadikannya berbeda dengan konsep-konsep dalam peradaban lain. Karya tulis ini bersumber dari beberapa literatur yang terkait dengan pokok bahasan, dan analisisnya menggunakan konten analisis. Kesimpulannya, ilmu menurut pandangan hidup Islam tidak hanya melingkupi substansi pengetahuan, namun juga menjadi elemen penting dalam peradaban. Berkenaan dengan urgennya kedudukan ilmu, beberapa tokoh seperti Ibnu Khaldun, Imam al-Ghazali, ataupun Syed Muhammad Naurib Al-Attas memberikan beberapa ciri dari klasifikasi ilmu untuk mendudukkan mana yang lebih prioritas, yang kedepanya terkait dengan bagaimana objek ilmu dalam Islam ditentukan. Dari penuturan tokoh-tokoh ini, dapat diketahui bahwa ilmu di dalam Islam tidak hanya ilmu-ilmu akidah dan syariโ€™ah saja, namun juga ada sederet ilmu-ilmu lain seperti, ilmu fisika, biologi, dan lain sebagainya yang perlu dikaji. Kata Kunci Ilmu, Filsafat, Islam, Pandangan Hidup, Barat Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 213๏ผAchmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra โ€“ Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam Achmad Baihaqi1, Aisyah Anin Refani Adesra2 1SMA Negeri 1 Mojo Kediri, 2Sekolah Tinggi Agama Islam STAI Madiun 1abaihaqi853 2refanianin Abstrak Konsep ilmu dalam Islam menjadi bagian integral dari worldview atau pandangan hidup Islam, sehingga dirinya mempunyai ciri khas tersendiri yang menjadikannya berbeda dengan konsep-konsep dalam peradaban lain. Karya tulis ini bersumber dari beberapa literatur yang terkait dengan pokok bahasan, dan analisisnya menggunakan konten analisis. Kesimpulannya, ilmu menurut pandangan hidup Islam tidak hanya melingkupi substansi pengetahuan, namun juga menjadi elemen penting dalam peradaban. Berkenaan dengan urgennya kedudukan ilmu, beberapa tokoh seperti Ibnu Khaldun, Imam al-Ghazali, ataupun Syed Muhammad Naurib Al-Attas memberikan beberapa ciri dari klasifikasi ilmu untuk mendudukkan mana yang lebih prioritas, yang kedepanya terkait dengan bagaimana objek ilmu dalam Islam ditentukan. Dari penuturan tokoh-tokoh ini, dapat diketahui bahwa ilmu di dalam Islam tidak hanya ilmu-ilmu akidah dan syariโ€™ah saja, namun juga ada sederet ilmu-ilmu lain seperti, ilmu fisika, biologi, dan lain sebagainya yang perlu dikaji. Kata Kunci Ilmu, Filsafat, Islam, Pandangan Hidup, Barat Abstract The concept of science in Islam is an integral part of the Islamic worldview or way of life, so that it has its own characteristics that make it different from concepts in other civilizations. This paper is sourced from several literatures related to the subject matter, and the analysis uses content analysis. In conclusion, science according to the Islamic view of life not only covers the substance of knowledge, but also becomes an important element in civilization. With regard to the urgency of the position of science, several figures such as Ibn Khaldun, Imam al-Ghazali, or Syed Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam โ€“ Achmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra๏ผ214 Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 Muhammad Naurib Al-Attas provide several characteristics of the classification of knowledge to place which one is more priority, which in the future is related to how the object of knowledge in Islam is determined. From the narratives of these figures, it can be seen that science in Islam is not only the sciences of faith and sharia, but there are also a number of other sciences such as physics, biology, and so on that need to be studied. Keywords Science, Philosophy, Islam, View of Life, Western 1. Pendahuluan Diskursus mengenai ilmu di dalam dunia Islam merupakan prasyarat utama dalam memperoleh kebahagiaan, baik di dunia dan di akhirat. Bisa dikatakan sebab kemunduran peradaban Islam saat ini adalah karena krisisnya ilmu dalam tubuh Islam. Dalam upaya menegakkan dan mengembalikan peradaban Islam, maka bangunan ilmu harus ditegakkan. Dalam konteks itu, Islammerupakan agama yang sangat mendorong dan mendukung tegaknya kebenaran, rasionalitas, dan ilmu pengetahuan al-๎šต๎™Œ๎™๎™๎˜Œ๎˜๎˜ƒ ๎™Ž๎™„๎™•๎™ˆ๎™‘๎™„๎˜ƒ ๎˜ฑ๎™„๎™…๎™Œ๎˜ƒ ๎˜ถ๎™„๎™š๎˜‘๎˜ƒ ๎™–๎™ˆ๎™‘๎™‡๎™Œ๎™•๎™Œ๎˜ƒ ๎™๎™ˆ๎™‘๎™œ๎™„๎™—๎™„๎™Ž๎™„๎™‘๎˜ƒbahwa agama Islam adalah akal rasionalitas, maka tidak dikatakan beragama orang yang tidak mendayagunakan akalnya. HR. Ibn Hibbรขn. Beberapa ayat al-๎˜ด๎™˜๎™•๎šต๎™„๎™‘๎˜ƒ๎™๎™˜๎™Š๎™„๎˜ƒ๎™๎™ˆ๎™‘๎™˜๎™‘๎™๎™˜๎™Ž๎™Ž๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™“๎™ˆ๎™‘๎™—๎™Œ๎™‘๎™Š๎™‘๎™œ๎™„๎™Œ๎™๎™๎™˜๎˜ƒpengetahuandan kedudukan ulama. Diantaranya adalah firman Allah ๎šณAllah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan yang diberi ๎™Œ๎™๎™๎™˜๎˜ƒ๎™‡๎™Œ๎˜ƒ๎™„๎™‘๎™—๎™„๎™•๎™„๎˜ƒ๎™Ž๎™„๎™๎™˜๎˜ƒ๎™…๎™ˆ๎™…๎™ˆ๎™•๎™„๎™“๎™„๎˜ƒ๎™‡๎™ˆ๎™•๎™„๎™๎™„๎™—๎˜‘๎˜‘๎˜‘๎šด๎˜ƒ๎˜‹๎˜ด๎˜ถ๎˜‘๎˜ƒ๎™„๎™-Mujรขdilah [58]11. Perkembangan ilmu bermula dari sikap kuriositas rasa ingin tahu manusia dan berbagai persoalan yang dihadapi dalam hidupnya. Karena memiliki potensi akal, rasa, karsa, dan mata hati bashรฎrah, termasuk spiritualitas God Spot, noktah Ilahiyyah yang ada dalam dirinya, manusia selalu terdorong untuk mengetahui sesuatu, memahami berbagai obyek yang ada di sekitarnya, mencari jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang mengusiknya, baik mengenai alam sekitarnya makro kosmos maupun mengenai alam dirinya sendiri mikro kosmos. Dua pilar utama pengembangan ilmu pengetahuan adalah penalaran rasionalitas dan pengamatan empirisme. Achmad Reza Hutama al-Faruqi,Konsep Ilmu dalam Islam, Ponorogo UNIDA, 2015, hlm. 224-225 215๏ผAchmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra โ€“ Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 Keduanya terjalin sangat erat, dan menjadi dasar metode ilmiah. Keingintahuan manusia dapat muncul dari renungan, refleksi, pemikiran dan kontemplasi yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengamatan, pencatatan, analisis dan konseptualisasi. Bisa jadi, rasa ingin tahu juga muncul berdasarkan pengamatan, kemudian dilanjutkan dengan renungan. 2. Ilmu a. Pengertian Ilmu Ilmu atau dalam bahasa Arab disebut dengan ilm yang ๎™…๎™ˆ๎™•๎™๎™„๎™Ž๎™‘๎™„๎˜ƒ ๎™“๎™ˆ๎™‘๎™Š๎™ˆ๎™—๎™„๎™‹๎™˜๎™„๎™‘๎˜๎˜ƒ ๎™๎™ˆ๎™•๎™˜๎™“๎™„๎™Ž๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™‡๎™ˆ๎™•๎™Œ๎™™๎™„๎™–๎™Œ๎˜ƒ๎™‡๎™„๎™•๎™Œ๎˜ƒ ๎™Ž๎™„๎™—๎™„๎˜ƒ ๎™Ž๎™ˆ๎™•๎™๎™„๎˜ƒ ๎šตalima yang artinya mengetahui. Secara etimologi, ilmu berasal dari akar kata ain-lam-mim yang diambil dari perkataan alaamah, yaitu maโ€™rifah pengenalan, syuโ€™ur kesadaran, tadzakkur pengingat, fahm dan fiqh pengertian dan pemahaman, aql intelektual, diraayah dan riwaayah perkenalan, pengetahuan, narasi, hikmah kearifan, alaamah lambang, tanda atau dedikasi yang dengan sesuatau atau seseorang dikenal. Al-๎˜ด๎™˜๎™•๎šต๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™‡๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™„๎™-Sunnah juga sangat mendorong umat Islam untuk mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal ini sejalan dengan perintah pertama yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi-Nya, yaitu perintah membaca, melakukan pembacaan dengan mengatasnamakan Allah iqraโ€™ bismi rabbik๎˜Œ๎˜ƒ๎˜‹๎˜ด๎˜ถ๎˜‘๎˜ƒ๎™„๎™-๎˜ƒ๎นฐAlaq [96]1-6. Dalam al-๎˜ด๎™˜๎™•๎šต๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™–๎™ˆ๎™‘๎™‡๎™Œ๎™•๎™Œ๎˜ƒ ๎™‡๎™Œ๎™๎™˜๎™๎™“๎™„๎™Œ๎˜ƒ ๎™“๎™ˆ๎™‘๎™Š๎™Š๎™˜๎™‘๎™„๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™Ž๎™„๎™—๎™„๎˜ƒ๎˜…๎šถilm๎˜…๎™–๎™ˆ๎™…๎™„๎™‘๎™œ๎™„๎™Ž๎˜ƒ๎˜›๎˜˜๎˜—๎˜ƒ๎™Ž๎™„๎™๎™Œ๎˜‘๎˜ƒ ๎˜ฎ๎™„๎™—๎™„๎˜ƒ ๎šถilm, antara lain, digunakan sebagai "proses pencapaian pengetahuandan obyek pengetahuan" QS. al-Baqarah [2]31-32. Beberapa Sunnah Nabi SAW juga memerintahkan kita untuk menuntut ilmu semenjak buaian ibu hingga masuk liang lahat mati. ๎šณTinta ulama itu lebih utama ๎™‡๎™„๎™•๎™Œ๎™“๎™„๎™‡๎™„๎˜ƒ ๎™‡๎™„๎™•๎™„๎™‹๎˜ƒ ๎™–๎™œ๎™˜๎™‹๎™„๎™‡๎™„๎šต๎˜‘๎šด HR. al-Bukhรขrรฎ. Menuntut ilmu juga merupakan salah satu jalan yang mengantarkan seseorang masuk surga. ๎šณBerperangdalam rangka mencari ilmu itu lebih disukai Allah daripada mengikuti seratus kali perang๎˜‘๎šด HR. al-Bukhรขrรฎ.Dalam konteks tersebut, semua manusia mencipta dan diciptakan oleh sistem kebudayaannya melalui proses pendidikan. Sejarah kebudayaan manusia berkembang dari tahap mitis penuh mitos, ontologis, dan fungsional. Jadi, ilmu dalam Islam merupakan jalan yang dapat mengantarkan seseorang kepada ma`rifat Allah mengenal dan Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam โ€“ Achmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra๏ผ216 Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 memahami Allah, sehingga ia menjadi abd hamba sekaligus khalifah-Nya yang bertanggung jawab dalam membangun peradaban dunia yang berkeadilan dan menyejahterakan. b. Klasifikasi Ilmu Menurut Al-Ghazali Secara terminologi ilmu pengetahuan adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yaitu ditemukannya sebuah kenyataan ke ๎™‡๎™„๎™๎™„๎™๎˜ƒ๎™๎™Œ๎™š๎™„๎˜ƒ๎™–๎™ˆ๎™‹๎™Œ๎™‘๎™Š๎™Š๎™„๎˜ƒ๎™—๎™Œ๎™‡๎™„๎™Ž๎˜ƒ๎™„๎™‡๎™„๎˜ƒ๎™Ž๎™ˆ๎™•๎™„๎™Š๎™˜๎™„๎™‘๎˜ƒ๎™—๎™ˆ๎™•๎™‹๎™„๎™‡๎™„๎™“๎™‘๎™œ๎™„๎˜‘๎˜ƒ๎šณ๎˜ฎ๎™ˆ๎™œ๎™„๎™Ž๎™Œ๎™‘๎™„๎™‘๎šด๎˜ƒmerupakan syarat mutlak bagi jiwa untuk dapat dikatakan ๎šณ๎™๎™ˆ๎™‘๎™Š๎™ˆ๎™—๎™„๎™‹๎™˜๎™Œ๎šด๎˜‘๎˜ƒ ๎˜ณ๎™ˆ๎™‘๎™Š๎™ˆ๎™—๎™„huan knowledge sudah puas dengan ๎šณ๎™๎™ˆ๎™‘๎™„๎™‘๎™Š๎™Ž๎™„๎™“๎˜ƒ ๎™—๎™„๎™‘๎™“๎™„๎˜ƒ ๎™•๎™„๎™Š๎™˜๎šด๎˜ƒ ๎™Ž๎™ˆ๎™‘๎™œ๎™„๎™—๎™„๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™–๎™ˆ๎™–๎™˜๎™„๎™—๎™˜๎˜๎˜ƒ ๎™–๎™ˆ๎™‡๎™„๎™‘๎™Š๎™Ž๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎˜ฌ๎™๎™๎™˜๎˜ƒscience menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekadar tuntutan pengetahuan knowledge. Menurut Al-Ghazali sendiri dalam ar-Risalah al-Ladunniyyah Knowledge al-iโ€™lm is the presentation, by rational, tranquilized soul al-nafs al-nat{iqah almutmaโ€™innah, of the real meaning of things, their outward forms-when divested of matter inthemselves-their modes, their quantities, their substance, and their essences, if they are sImฤmple. So, the knower al-aโ€™lim is the one who comprehends and perceipes and apprehends, and that which is known al-maโ€™lum is the essence of the thing, the knowledge of which is engraved upon the soul. Dari kutipan di atas al-Ghazali mengindikasikan bahwasannya objek daripada ilmu pengetahuan akan menjadi sebuah ilmu pengetahuan setelah memahami arti, tujuan, kuantitas, substansi, dan esensi yang dapat dinalar setelah dipersepsi oleh akal dan jiwa yang tenang. Untuk mencapai hal demikian, kiranya ada beberapa langkah yang harus diambil oleh para penuntut ilmu pengetahuan umumnya, khususnya para muslimin dan muslimat, dari ilmu pengetahuan pula ada klasifikasi yang harus diketahui oleh kalangan ilmuwan agar tidak salah memaknai arti sebuah kewajiban untuk menuntut ilmu, Al-๎˜ช๎™‹๎™„๎™๎ž—๎™๎žฏ๎˜ƒ ๎™“๎™˜๎™‘๎˜ƒmengklasifikasikannya. Al-Ghazali memperkenalkan dua kelompok besar ilmu, yaitu ๎™Œ๎™๎™๎™˜๎˜ƒ๎™“๎™•๎™„๎™Ž๎™—๎™Œ๎™Ž๎˜ƒ๎™Ž๎™ˆ๎™„๎™Š๎™„๎™๎™„๎™„๎™‘๎˜ƒ๎˜‹๎šตilm muโ€™amalah dan ilmu pengungkapan ๎™•๎™˜๎™‹๎™Œ๎™œ๎™„๎™‹๎˜ƒ ๎˜‹๎šตilm mukasyafah๎˜Œ๎˜‘๎˜ƒ ๎šตIlm muโ€™amalah berurusan dengan ๎˜‹๎˜ญ๎™˜๎™๎šถ๎™„๎™—, 10 Januari 2020, 217๏ผAchmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra โ€“ Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 prasyarat ๎™๎™ˆ๎™๎™“๎™ˆ๎™•๎™’๎™๎™ˆ๎™‹๎˜ƒ ๎™Œ๎™๎™๎™˜๎˜ƒ ๎™œ๎™„๎™‘๎™Š๎˜ƒ ๎™Ž๎™ˆ๎™‡๎™˜๎™„๎˜‘๎˜ƒ ๎šตIlm mukashafah merupakan apa yang dibicarakan oleh nabi secara tersirat dan singkat melalui lambang dan kiasan. Sains yang pertama dibagi menjadi eksoterik yang mencangkup kegiatan fisik seperti ritual dan kebiasaan, dan sains esoterik yang berhubungan dengan kegiatan ruhani dalam hubungannya dengan dunia malaikat di luar persepsi indrawi. Selanjutnya, al-Ghazali mengelompokkan ilmu menjadi fardhu ain dan fardu kifayah. Fardhu ain menunjukkan ilmu-ilmu yang terkait dengan perintah dan larangan agama. Fardu kifayah mencakup ilmu-ilmu yang penguasaannya wajib bagi suatu masyarakat Muslim tapi tidak mengikat bagi tiap individu. 1 Ilmu Fardhu ain Banyak ayat al-๎˜ด๎™˜๎™•๎šถ๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™œ๎™„๎™‘๎™Š๎˜ƒ ๎™…๎™ˆ๎™•๎™…๎™Œ๎™†๎™„๎™•๎™„๎˜ƒ ๎™“๎™ˆ๎™•๎™Œ๎™‹๎™„๎™๎˜ƒ ๎™Ž๎™ˆ๎™˜๎™—๎™„๎™๎™„๎™„๎™‘๎˜ƒilmu dan ketinggian derajat. Pada periode awal Islam, ilmu mengacu pada dua hal, yaitu ilm dan fiqh๎˜‘๎˜ƒ๎šตIlm digunakan oleh al-๎˜ด๎™˜๎™•๎šถ๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™‡๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™‹๎™„๎™‡๎™Œ๎™—๎™‹๎˜ƒ ๎™˜๎™‘๎™—๎™˜๎™Ž๎˜ƒ ๎™๎™ˆ๎™‘๎™Š๎™„๎™†๎™˜๎˜ƒ ๎™Ž๎™ˆ๎™“๎™„๎™‡๎™„๎˜ƒ ๎™“๎™ˆ๎™‘๎™Š๎™ˆ๎™—๎™„๎™‹๎™˜๎™„๎™‘๎˜ƒwahyu revealed knowledges, yang pasti dan absolut, sedangkan fiqh lebih bersifat keilmuan dan rasional. Selain itu, konsep ilmu mempunyai dimensi moralitas. Konsep ilm dan fiqh yang bersifat doktrinal yang memunculkan islamic worldview, yaitu pemahaman doktrinal yang menyeluruh atau disebut sebagai struktur pengetahuan knowledge structure. Islam menganjurkan pemeluknya untuk meneliti, memahami alam semesta, dan kondisi alam. Korelasi antara ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah sangat jelas. Ilmu fardhu ain menyingkap rahasia Dzat yang Maha Wujud; menerangkan dengan sebenar-benarnya hubungan antara diri manusia dengan Tuhan, dan menjelaskan maksud dari mengetahui sesuatu dan tujuan kehidupan yang sebenarnya. Klasifikasi ilmu ini mencerminkan adanya adab dalam ilmu. Konsekuensinya, kategori ilmu pengetahuan yang pertama harus membimbing yang kedua. Jika tidak, ilmu pengetahuan kedua ini akanmembingungkan manusia dan secara terus-menerus menjebak mereka dalam suasana pencarian tujuan dan makna kehidupan. Mereka yang dengan sengaja memilih cabang tertentu dari ilmu kategori kedua dalam usaha meningkatkan Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam โ€“ Achmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra๏ผ218 Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 kualitas diri dan masyarakat mereka harus dibimbing oleh pengetahuan yang benar dari kategori pertama. Berlandaskan pada pertimbangan kegunaan dan kemudharatan sebuah disiplin ilmu dalam perspektif religius, al-Ghazali membagi ilmu dalam hierarki hukum dalam pencariannya. Pertama, kategori fardhu ain, yaitu ilmu-ilmu yang harus dimiliki oleh setiap orang Islam, tidak bisa ditawar, demi kebaikan dan keselamatannya di kehidupan akhirat. Ilmu yang masuk dalam kategori ini mengacu pada ilmu-ilmu yang mengarah pada jalan menuju pada keselamatan hidup sesudah ๎™๎™„๎™—๎™Œ๎˜ƒ ๎˜‹๎šตilm tariq alakhirah.Walaupun demikian, pelaksanaan tugas mencari ilmu fardhu ain ini harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan baik jangka panjangmaupun pendek dan kemampuan masing-masing individu. Ilmu fardhu ain berkenaan dengan tiga hal, yaitu 1 iโ€™tiqad hal-hal yang wajib diimani, 2 amal, 3 untuk mencari pengetahuan tentang ketiga aspek kehidupan ini diisyaratkan oleh munculnya perkembangan baru dan lingkungan yang berubah dalam kehidupan individu. Dalam persoalan iโ€™tiqad, tiada tempat keraguan di dalamnya. Bila iman dilanda keraguan, seorang wajib mencari pengetahuan yang dapat menghilangkan keraguan tersebut. Al-๎˜ช๎™‹๎™„๎™๎ž—๎™๎žฏ๎˜ƒ ๎™…๎™ˆ๎™•๎™…๎™Œ๎™†๎™„๎™•๎™„๎˜ƒtentang keraguan. Al-๎˜ช๎™‹๎™„๎™๎ž—๎™๎žฏ๎˜ƒ ๎™๎™ˆ๎™‘๎™Š๎™Ž๎™๎™„๎™–๎™Œ๎™‰๎™Œ๎™Ž๎™„๎™–๎™Œ๎™Ž๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™Œ๎™๎™๎™˜-ilmu yang masuk dalam kategori fardhu ain ini dalam dua bagian, yaitu ilmu ๎™ˆ๎™–๎™’๎™—๎™ˆ๎™•๎™Œ๎™Ž๎˜ƒ ๎˜‹๎šตilm al-mukashaffah๎˜Œ๎˜ƒ ๎™‡๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™Œ๎™๎™๎™˜๎˜ƒ ๎™ˆ๎™Ž๎™–๎™’๎™—๎™ˆ๎™•๎™Œ๎™Ž๎˜ƒ ๎˜‹๎šตilm al-muโ€™ammalah.Ilmu mukashaffฤh adalah ilmu batinyang berusaha untuk menyingkap atau memahami makna-makna yang tersembunyi, seperti makna kenabian, makna wahyu, malaikat, mizan, sirat, permusuhan setan dengan malaikat, dan seterusnya. Walaupun demikian, karena ia bersifat esoterik, sehingga tidak diwajibkan bagi umat Muslim untuk mencarinya, melainkan hanya untuk kalangan kecil manusia yang meniti ๎™‡๎™„๎™๎™„๎™๎˜ƒ ๎™๎™„๎™๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎™–๎™“๎™Œ๎™•๎™Œ๎™—๎™˜๎™„๎™๎˜‘๎˜ƒ ๎˜ถ๎™ˆ๎™‡๎™„๎™‘๎™Š๎™Ž๎™„๎™‘๎˜ƒ ๎šตilm muโ€™amalah adalah ilmu yang mempunyai otoritas dalam praktik-praktik ibadah. Di dalamnya terdapat korelasi antara doktrin dan praktik. Tujuannya menyelamatkan jiwa agar mendapatkan kebahagiaan di akhirat. 219๏ผAchmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra โ€“ Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 2 Ilmu Fardhu Kifayah Ilmu fardhu kifayah sama sekali tidak boleh dipandang sebelah mata dalam upaya urusan dunia, seperti kedokteran. Hal tersebut jika tidak dikuasai oleh seorang saja dalam sebuah masyarakat, kelompok ataupun golongan, maka sudah dipastikan kelompk tersebut mengalami kesusahan. Namun jika sudah dipelajari dan dikuasai oleh sebagian orang, kewajiban bagi yang lain telah gugur. Menurut al-Ghazali, ilmu atau pengetahuan yang masuk dalam kategori fardhu kifayah hanya boleh dipelajari dengan porsi yang secukupnya. Indikasi kecukupan ilmu fardhu kifayah secara umum mencakup tiga aspek, yaitu pertama, ilmu-ilmu kategori fardhu kifayah ๎šต๎™‡๎™Œ๎™“๎™ˆ๎™๎™„๎™๎™„๎™•๎™Œ๎šถ๎˜ƒ ๎™‡ari ilmu-ilmu fardhu ain. Orang yang mempelajari ilmu fardhu kifayah harus senantiasa menjaga keunggulan dan prioritas ilmu fardhu ain. Kedua, orang yang mempelajari ilmu fardhu kifayah harus benar-benar mengalami perkembangan bertahap dalam studi ilmu fardhu kifayah. Ketiga, orang harus menahan diri untuk mempelajari ilmu fardhu kifayah tersebut jika telah dipelajari oleh orang lain dalam jumlah yang cukup. Sebuah ilmu diperoleh dengan tiga tingkatan, yaitu terbatas iqtisar, cukup iqtisad, dan tingkat lanjut istiqsa. Ilmu-ilmu yang ada dalam kategori fardhu kifayah tidak boleh dikejar hingga keluar dari batas dua derajat yang pertama. Menurut al-Ghazali, ilmu-ilmu yang masuk dalam kategori fardhu kifayah terdiri atas empat jenis, yaitu usul pokok, furuโ€™ cabang, muqaddimat prasarana, dan mutammimat pelengkap. Ilmu yang termasuk dalam kelompok prinsip usul tetapi tidak bisa dipahami secara langsung tekstual tetapi bisa dicerap oleh seperti ilmu bahasa dan ilmu nahwu yang merupakan alat untuk memahami al-๎˜ด๎™˜๎™•๎šถ๎™„๎™‘๎˜ž๎˜ƒ Mutammimat berkaitan dengan pengetahuan tentang nasikh dan mansukh, am dan khas; ilmu tentang para periwayatan hadits, dan sejenisnya. Selain dari empat jenis keilmuan tersebut, ada beberapa ilmu lain yang secara eksplisit disebutkan oleh al-Ghazali sebagai kategori fardhu kifayah. Ilmu-ilmu tersebut adalah kedokteran al-tibb dan aritmetika al-hisab, juga politik al-siyasah, logika al-mantiq๎˜Œ๎˜๎˜ƒ ๎™Œ๎™๎™๎™˜๎˜ƒ ๎™—๎™ˆ๎™’๎™๎™’๎™Š๎™Œ๎˜ƒ ๎˜‹๎šตilm alkalam, dan metafisika. Beberapa dasar keterampilan dan industri, seperti Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam โ€“ Achmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra๏ผ220 Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 pertanian al-fallahah, tekstil al-hiyakah, dan desain busana al-khiyayah, masuk dalam kategori fardhu kifayah. Ilmu fardhu kifayah terbagi menjadi dua, yaitu ilmu-ilmu agama sharโ€™iyyah, yang diambil dan berkisar tentang wahyu Allah dan Sunnah Rasulullah, seperti ilmu tafsir, hadith, fiqh, usul al-fiqh, dan lain-lain, serta ilmu non agama ghayru syarโ€™iyyah yang berasal dari hasil penalaran akal manusia, pengalaman, dan percobaan, seperti kedokteran, matematika, ekonomi, astronomi, dan lain. Ilmu ini berkaitan dengan fisik dan objek-objek yang berhubungan dengannya, yang dapat dicapai melalui penggunaan daya intelektual dan jasmaniah. Ilmu pengetahuan ini bersifat tanpa pola dan pencapaiannya menempuh jalan yang bertingkat-tingkat. 3. Konsep Awal Ilmu Dalam menjelaskan ilmu secara terminology, al-Attas menggunakan dua definisi, pertama,ilmu sebagai sesuatu yang berasal dari Allah SWT, kedua, sebagai sesuatu yang diterima oleh jiwa yang aktif dan kreatif, ilmu bias diartikan sebagai datangnya jiwa wusul pada makna sesuatu atau objek ilmu. Hal ini berimplikasi bahwa ilmu mencakup semua hal. Selanjutnya al-Attas menjelaskan bahwa kedatangan yang dimaksud adalah proses yang di satu pihak memerlukan mental yang aktif dan persiapan spiritual di pihak pencari ilmu, dan pihak lain keridhaan serta kasih saying Allah SWT sebagai zat yang memberikan ilmu. Definisi ini mengisyaratkan bahwa pencapaian ilmu dan pemikiran, yang disebut juga proses perjalanan jiwa pada makna adalah sebuah proses spiritual. Ibn Khaldun memilah ilmu atas dua macam, yaitu ilmu naqliyah ilmu yang berdasarkan pada otoritas atau ada yang menyebutnya ilmu-ilmu tradisional dan ilmu aqliyah ilmu yang berdasarkan akal atau dalil rasional. Termasuk yang pertama adalah ilmu-ilmu al-๎˜ด๎™˜๎™•๎šถ๎™„๎™‘๎˜๎˜ƒ ๎™‹๎™„๎™‡๎™Œ๎™—๎™–๎˜๎˜ƒ ๎™—๎™„๎™‰๎™–๎™Œ๎™•๎˜๎˜ƒ ๎™Œ๎™๎™๎™˜๎˜ƒ ๎™Ž๎™„๎™๎™„๎™๎˜๎˜ƒ ๎™—๎™„๎™–๎™„๎™š๎™˜๎™‰๎˜๎˜ƒ ๎™‡๎™„๎™‘๎˜ƒ taโ€™biir al ruโ€™yah. Sedangkan yang kedua adalah filsafat metafisika, matematika, dan fisika, dengan macam-macam pembagiannya. Al-Attas mengklasifikasikan ilmu berdasarkan hakikat yang inheren dalam keragaman ilmu manusia dan cara-cara yang mereka file///C/Users/user/Downloads/302-620-1-SM%204.pdfSabtu, 11 Januari 2020, 221๏ผAchmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra โ€“ Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 tempuh untuk memperoleh dan menganggap kategorisasi ini sebagai bentuk keadilan dalam menempatkan ilmu pengetahuan sebagai objek dan manusia sebagai subjek. Dalam klasifikasinya, Al-Attas membagi ilmu dalam dua bagian, yaitu ilmu iluminasi maโ€™rifah dan ilmu sains. Dalam bahasa Melayu yang pertama disebut dengan ilmu pengenalan dan yang kedua disebut dengan ilmu pengetahuan. Dalam konteks ini, ilmu pengetahuan jenis pertama dikategorikan sebagai ilmu fardhu ain yang bisa dan harus dipelajari oleh setiap umat Islam. Sedangkan yang kedua berkaitan dengan fisik dan objek-objek yang berhubungan dengannya, yang bisa dicapai melalui penggunaan daya intelektual dan jasmaniah. Ia bersifat fardhu kifayah dan perolehannya. Dalam pembagian diatas, disimpulkan bahwa ilmu dalam Islam tidak hanya meliputi ilmu-ilmu akidah dan syariah saja. Selain kedua ilmu tersebut, kita masih berkewajiban untuk menuntut ilmu lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan ilmu syariโ€™iyyahkita akan mempelajari tanda Allah dari ayat qauliyyah yang bisa disebut dengan dzikir, sedangkan dengan ilmu ghair syarโ€™iyyah, kita akan mempelajari ayat kauniyyahAllah yang terbentang pada jagat raya ini, yang disebut dengan tafakur. Dalam hal ini, kita bisa menelaah bahwa dua aktivitas ini merupakan implementasi dari ayat al-๎˜ด๎™˜๎™•๎šถ๎™„๎™‘๎˜ƒ๎™–๎™˜๎™•๎™„๎™‹๎˜ƒ๎˜ค๎™๎™Œ๎˜ƒ๎šต๎˜ฌ๎™๎™•๎™„๎™๎˜ƒ๎˜พ๎˜–๎™€๎˜ƒayat 190-191, dengan naatijah buah penerimaan amal oleh Allah bagi para pelakunya. Manusia diberkahi qalb atau hati yang dapat menerima pengalaman tentang alam metafisik. Mengetahui alam metafisik tidak dapat dilakukan secara langsung tanpa melalui perantara wahyu. Ilmu tanpa bimbingan wahyu hanya akan menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu, ilmu dalam Islam tidak bisa terlepas dari wahyu sebagaimana dinyatakan dalam surah al-๎šต๎˜ค๎™๎™„๎™”๎˜ƒ ๎˜พ๎˜œ๎˜™๎™€๎˜ƒ ๎˜๎˜ƒ ๎˜˜๎˜ƒ ๎™…๎™„๎™‹๎™š๎™„๎˜ƒ ๎šณ๎˜ง๎™Œ๎™„๎˜ƒAllah SWT mengajarkan kepada manusia apa yang tidak ๎™‡๎™Œ๎™Ž๎™ˆ๎™—๎™„๎™‹๎™˜๎™Œ๎™‘๎™œ๎™„๎˜‘๎šด Objek ilmu dalam Islam tidak semata berkaitan dengan objek fisik atau yang tampak pada indra dan akal manusia. Namun ia mencakup objek fisik dan metafisik. Oleh karena itu, kebenaran ilmu atau hal-hal yang mengandung nilai ilmiah dalam Islam, tidak hanya bisa diverifikasi atau difalsifikasi oleh fakta empiris, dan dirasionalkan melalui eksperimen atau logika semata. Islam menegaskan bahwa semua ilmu datang dari Allah SWT. Klasifikasi ilmu pengetahuan yang telah diberikan oleh para ahli Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam โ€“ Achmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra๏ผ222 Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 filsafat, pakar, dan orang bijaksana, khususnya para ahli sufi dapat diterima seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Hazm, Imam al-Ghazali, dan al-Suyuti. Al-Attas juga mengakui kebenaran klasifikasi ilmu yang mereka berikan. Objek ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas pada kajian fisik empiris saja, hal ini tentunya berbeda dengan epistemologi Barat Modern. Jikalau Barat hanya mengakui indra dan rasio, spekulasi filosofis dalam epistemologinya, maka dalam pandangan filsuf Muslim, ilmu yang datang dari Tuhan dapat diperoleh melalui 3 cara indra yang sehat, laporan yang benar, dan intelek. Pertama, indra yang sehat terdiri dari dua bagian, yaitu panca indra eksternal dan internal. Panca indra eksternal terdiri dari peraba touch, perasa taste, pencium smell, pendengaran hearing, dan penglihatan sight. Sedangkan panca indra internal adalah akal sehat, indra representatif, indra estimatif, indra retentif rekolektif, dan indra imajinatif. Kedua, laporan yang benar al-khabar al-shadiq berdasarkan otoritas yang terbagi menjadi dua, yaitu otoritas mutlak, yaitu yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Contoh otoritas mutlak adalah seperti otoritas ketuhanan, al-๎˜ด๎™˜๎™•๎šถ๎™„๎™‘๎˜๎˜ƒ๎™’๎™—๎™’๎™•๎™Œ๎™—๎™„๎™–๎˜ƒ ๎™Ž๎™ˆ๎™‘๎™„๎™…๎™Œ๎™„๎™‘๎˜๎˜ƒ๎™–๎™ˆ๎™•๎™—๎™„๎˜ƒ๎™’๎™—๎™’๎™•๎™Œ๎™—๎™„๎™–๎˜ƒnisbi, yaitu kesepakatan alim ulama dan kabar dari orang-orang yang terpercaya secara umum. Ketiga, intelek, yang terdiri dari dua bagian yaitu akal sehat sound reason/ration, dan ilham intuition. Sebagai penjelasan bahwa Islam tidak pernah mengecilkan peranan indra, yang dasarnya merupakan hal yang sangat penting dalam pencapaian ilmu pengetahuan mengenai realitas empiris. Era modern ini ditandai dengan pandangan hidup yang saintifik dengan warna sekularisme, rasionalisme, empirisme, cara berfikir dikotomis, desakralisasi, pragmatisme, dan penafian kebenaran metafisis agama. Selain itu modernisme yang terkadang disebut juga dengan westernisme membawa serta paham nasionalisme, kapitalisme, humanisme, liberalisme, sekularisme, dan sejenisnya. Pada masa ini, paradigma mulia dihancurkan oleh posmodernisme dengan melahirkan paham-paham baru seperti nihilisme, relativisme, pluralisme, dan persamaan gender dan umumnya anti worldview. Namun, posmodernisme hanya kelanjutan dari paradigma modernisme itu sendiri, karena masih mempertahankan paham liberalisme, rasionalisme, dan pluralisme. 223๏ผAchmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra โ€“ Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 Dampak dari paham, aliran, dan pemikiran yang dibawa modernisme dan posmodernisme terhadap ilmu pengetahuan sangatlah besar. 4. Cara Menuntut Ilmu dalam Pandangan Islam Mencari ilmu diwajibkan atas setiap Muslim. Tidak dapat dipungkiri bahwa hasil dari aktivitas pencarian ilmu yang menyeluruh ini akhirnya membentuk hubungan dari konsep-konsep yang pada akhirnya menghasilkan skema konseptual keilmuan the scientific conceptual scheme. Skema ini muncul sebagai hasil islamic worldview. Apabila skema tersebut muncul pada masyarakat atau peradaban tersebut, hal tersebut dinamakan tradisi keilmuan scientific tradition. Dengan kata lain, the scientific conceptual scheme tersebut merupakan pondasi dari munculnyatradisi keilmuan Islam, dan mengalami perkembangan pesat. Rasulullah telah menerangkan menerangkan tentang Islam, termasuk di dalamnya masalah adab. Beliau telah mengajarkan adab dan segala sesuatu dengan jelas. Diantara adab yang beliau ajarkan adalah ikhlas dalam menuntut ilmu, ikhlas dalam mengamalkan ilmu, dan ikhlas dalam mengajarkan dan mendakwahkan ilmu. Begitu pula para Shahabat dan Thabiโ€™in, mereka mereka menasehati agar setiap Muslim dan Muslimah memperhatikan adab-adab dalam menuntut ilmu, agar ilmu yang dikaji dan dipelajari menjadi ilmu yang bermanfaat. Seorang penuntut ilmu perlu mengetahui adab-adab menuntut ilmu yang harus dikuasai. Ia harus mengikuti jejak para Salafush Shalih dalam mencari ilmu dan beradab dengan ilmu yang telah diraih. Ia juga perlu mengetahui bagaimana para Salaf begadang dan meninggalkan tidur demi mencari ilmu. Cara Menuntut Ilmu dalam Pandangan Islam 1. Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu 2. Memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah SWT 3. Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmudan rindu untuk mendapatkannya 4. Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga,Bogor Pustaka At-Taqwa, 2016, hlm. 66 Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam โ€“ Achmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra๏ผ224 Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 5. Tidak boleh sombong dan tidak boleh sombong dalam menuntut ilmu 6. Mendengarkan dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh guru 7. Diam ketika pelajaran disampaikan 8. Berusaha memahami ilmu yang disampaikan 9. Mengikat ilmu atau pelajaran dengan tulisan 10. Mengamalkan ilmu yang telah dipelajari 11. Mendakwahkan ilmu 5. Simpulan Konsep ilmu dalam Islam sangatlah berbeda dengan konsep ilmu ilmu dalam Islam tidak hanya bersifat empirik tapi juga metafisik. Sumber ilmu dalam Islam juga berbeda dengan epistemologi Barat. Jika Barat hanya mengtakui indra dan rasio, maka dalam pandangan Islam, ilmu dating dari Tuhan yang diperoleh melalui indra sehat, khabar shadiq, dan intuisi. Ilmu dalam Islam dapat mengantarkan kepada kebenaran mutlak, sedangkan Barat hasil dari pada ilmu adalah relatif. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan cermin dari kemajuan peradaban umat manusia. Pengembangan ilmu sangat bergantung pada komitmen teologis dan spiritual nilai-nilai moral yang dianut oleh pengembangnya, termasuk komitmen lembaga pendidikan dalam membelajarkan, mengembangkan ilmu dan mengokohkan bangunan epistemologinya. Islam sebagai agama universal cukup kompatibel untuk kembali berperan penting dalam kemajuan ilmu-ilmu dengan berbasis pada komitmen spiritual, dan nilai-nilai religious dan moral sehingga ilmu yang dikaji dan dikembangkan dapat memberi manfaat bagai kesejahteraan umat manusia. 225๏ผAchmad Baihaqi & Aisyah Anin Refani Adesra โ€“ Penerapan Ilmu Menurut Ajaran Islam Sumbula Volume 6, Nomor 2, Desember 2021 DAFTAR PUSTAKA Abdul Yazid bin Qadir Jawas, Menuntut Ilmu Jalan Menuju At-Taqwa Bogor, 2016. file///C/Users/user/Downloads/302-620-1-SM%204.pdf Reza Achmad Hutama al-Faruqi,Konsep Ilmu dalam Islam. UNIDA Ponorogo, 2015. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Yazid Bin QadirJawasAbdul Yazid bin Qadir Jawas, Menuntut Ilmu Jalan Menuju At-Taqwa Bogor, 2016. file///C/Users/user/Downloads/302-620-1-SM%204.pdf BIB%20ABDUL%20WAHAB%20-%

TMbY.
  • 3et12rk6z3.pages.dev/76
  • 3et12rk6z3.pages.dev/114
  • 3et12rk6z3.pages.dev/36
  • 3et12rk6z3.pages.dev/301
  • 3et12rk6z3.pages.dev/280
  • 3et12rk6z3.pages.dev/195
  • 3et12rk6z3.pages.dev/219
  • 3et12rk6z3.pages.dev/31
  • 3et12rk6z3.pages.dev/397
  • ilmu membelah diri menurut islam